Jumat, 24 Juni 2011

ASKEP ANAK ENCEPHALITIS

ENCEPHALITIS

Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
  
Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah
Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di
Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Penyebab   Ensefalitis:
Penyebab terbanyak    : adalah virus
Sering                          : - Herpes simplex
- Arbo virus
Jarang                          : - Entero virus 
- Mumps
- Adeno virus
Post Infeksi                 : - Measles
- Influenza
- Varisella     
Post Vaksinasi : - Pertusis
Ensefalitis supuratif akut :
Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokok, E.Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum.

Ensefalitis virus:
Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola.

Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :
-          Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
-          Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

PENGKAJIAN
1.            Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
2.            Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3.            Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.
4.            Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
5.            Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli, dll.
6.            Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
-                Pertumbuhan dan Perkembangan

POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan
sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi
Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.,
Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai
Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan.
Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.
Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A, berat badan kurang dari normal.
Menurutrumus dari BEHARMAN tahun 1992, umur 1  sampai 6 tahun
Umur (dalam tahun) x 2 + 8
Tinggi badan menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir.
Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang.
Pengetahuan tentang nutrisi  biasanya pada orang tua anak yang kurang  pengetahuan tentang nutrisi.
Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal.

Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
Kebiasaan Miksi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi.
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun, konsentrasi urine pekat.

Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

Pola Aktivitas
a.   Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b.   Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif.
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM
Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk .
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ane
berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.

Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain  biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

Pola Persepsi dan pola diri
Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri
Yang meliputi Body Image ,seef Esteem ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.

Pola sensori dan kuanitif
a.   Sensori
-          Daya penciuman
-          Daya  rasa
-          Daya raba
-          Daya penglihatan
-          Daya pendengaran.

b.   Kognitif :

Pola Reproduksi Seksual
Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.

Pola penanggulangan Stress
Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran  :
-  Stress fisiologi à biasanya anak hanya dapat mengeluarkan air mata saja ,tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
-          Stress Psikologi tidak di evaluasi.

Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Anak umur 3-4 tahun belumbisa dikaji

PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI
1.         Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2.         Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3.         Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4.         Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5.         Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6.         Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7.         Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8.         Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9.         Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10.     Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

DIAGNOSA  KEPERAWATAN  I.
Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
-  tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
-  Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi
1.      Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2.      Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
3.      Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN II
Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
-          Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil    :
-          Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :
1.   Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
      Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2.      Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3.      Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4.      Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN  III
Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang

Tujuan             :
-          Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil    :
-          Tidak terjadi kekakuan sendi
-          Dapat menggerakkan anggota tubuh

Intervensi

1.      Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan .
2.      Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/    Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3.      Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/    Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4.      Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/   Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5.      Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi
R/   Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang  spastik ulang

DAFTAR PUSTAKA
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998

Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997.

Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986.

Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.

Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.

Kamis, 23 Juni 2011

ASKEP INTUSUSEPSI Pada ANAK

 INTUSUSEPSI

A. Pengertian
Intususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens). (Nettina, 2002)
Suatu intususepsi terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa sehingga sebagian darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil atau memendek ke dalam suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal. (Nelson, 1999)

B. Etiologi
Penyebab dari kebanyakan intususepsi tidak diketahui. Terdapat hubungan dengan infeksi – infeksi virus adeno dan keadaan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis. Bercak – bercak peyeri yang banyak terdapat di dalam ileum mungkin berhubungan dengan keadaan tersebut, bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltic usus dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan intususepsi. Pada puncak insidens penyakit ini, saluran cerna bayi juga mulai diperkenalkan dengan bermacam bahan baru. Pada sekitar 5% penderita dapat ditemukan penyebab – penyebab yang dikenali, seperti divertikulum meckeli terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Secara jarang, keadaan ini akan mempersulit purpura Henoch – Schonlein dengan sutau hematom intramural yang bertindak sebagai puncak dari intususepsi. Suatu intususepsi pasca pembedahan jarang dapat didiagnosis, intususepsi – intususepsi ini bersifat iloileal.

C. Patofisiologi dan Pathways
Kebanyakan intususepsi adalah ileokolik dan ileoileokolik, sedikit sekokolik dan jarang hanya ileal. Secara jarang, suatu intususepsi apendiks membentuk puncak dari lesi tersebut. Bagian atas usus, intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya, intususipiens sambil menarik mesentrium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya. Pada mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran darah balik. Penyumbatan intususeptium terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan tinja berdarah, kadang – kadang mengandung lendir. Puncak dari intususepsi dapat terbentang hingga kolon tranversum desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus – kasus yang terlantar. Setelah suatu intususepsi idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang memebentuk puncaknya tampak edema dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa yang menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan intususepsi tidak menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya dapat mengakibatkan gangren usus dan syok.

D. Manifestasi Klinik
Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi baik. Pada tahap awal muncul gejala strangulasi berupa nyeri perut hebat yang tiba – tiba. Bayi menangis kesakitan saat serangan dan kembali normal di antara serangan. Terdapat muntah berisi makanan/minuman yang masuk dan keluarnya darah bercampur lendir (red currant jelly) per rektum. Pada palpasi abdomen dapat teraba massa yang umumnya berbentuk seperti pisang (silindris). Dalam keadaan lanjut muncul tanda obstruksi usus, yaitu distensi abdomen dan muntah hijau fekal, sedangkan massa intraabdomen sulit teraba lagi. Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum, pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginat seperti porsio uterus, disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah.

E. Pemeriksaan Penunjang
  1. Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa di tempat intususepsi.
  2. Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut.
  3. Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga).
  4. Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
  5. Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk.
F. Prinsip pengobatan dan managemen keperawatan
1. Penurunan dari intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke dalam kolon. Metode ini tidak sering dikerjakan selama terdapat suatu resiko perforasi, walaupun demikian kecil, dan tidak terdapat jaminan dari penurunan yang berhasil.
2. Reduksi bedah :
a. Perawatan prabedah:
  • Rutin
  • Tuba naso gastrik
  • Koreksi dehidrasi (jika ada)
b. Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin hangat. Ini juga membantu penurunan edema.
c. Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d. Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.

3. Penatalaksanaan pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan intravena
e. Antibiotika
f. Jika dilanjutkannya suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi hingga kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian fisik secara umum
b. Riwayat kesehatan
c. Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi
d. Observasi tingkah laku anak/bayi
e. Observasi manifestasi terjadi intususepsi:

Nyeri abdomen paroksismal
Anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada
  • Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode nyeri
  • Muntah
  • Letargi
  • Feses seperti jeli kismis mengandung darah dan mucus, tes hemocculi positif.
  • Feses tidak ada meningkat
  • Distensi abdomen dan nyeri tekan
  • Massa terpalpasi yang seperti sosis di abdomen
  • Anus yang terlihat tidak biasa, dapat tampak seperti prolaps rectal.
  • Dehidrasi dan demam sampai kenaikan 410C
  • Keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan keringat banyak

f. Observasi manifestasi intususepsi yang kronis
  • Diare
  • Anoreksia
  • Kehilangan berat badan
  • Kadang – kadang muntah
  • Nyeri yang periodic
  • Nyeri tanpa gejala lain
g. Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema dan ultrasonogram

2. Masalah Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
2. Syok hipolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
4. Inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

3. Perencanaan
a. Preoperasi
1. Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi yang dirasakan anak.

Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.

Intervensi:
  • Observasi perilaku bayi sebagai indikator nyeri, dapat peka rangsang dan sangat sensitif untuk perawatan atau letargi atau tidak responsive.
  • Perlakuan bayi dengan sangat lembut.
  • Jelaskan penyebab nyeri dan yakinkan orangtua tentang tujuan tes diagnostik dan pengobatan.
  • Yakinkan anak bahwa analgesik yang diberikan akan mengurangi rasa nyeri yang dirasakan.
  • Jelaskan tentang intususepsi dan reduksi hidrostatik usus yang dapat mengurangi intususepsi.
  • Jelaskan resiko terjadinya nyeri yang berulang.
  • Kolaborasi: berikan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.
2. Diagnosa keperawatan: syok hipovolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.
Tujuan: volume sirkulasi (keseimbangan cairan dan elektrolit) dapat dipertahankan.
Kriteria Hasil: tanda – tanda syok hipovolemik tidak terjadi.
 
Intervensi:
  • Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi, takipnea, demam.
  • Pantau masukan dan haluaran.
  • Perhatikan adanya mendengkur atau pernafasan cepat dan dangkal jika berada pada keadaan syok.
  • Pantau frekuensi nadi dengan cernat dan ketahui rentang nadi yang tepat untuk usia anak.
  • Laporkan adanya takikardi yang mengindikasikan syok.
  • Kurangi suhu karena demam meningkatkan metabolisme dan membuat oksigenasi selama anestesi menjadi lebih sulit.
  • Kolaborasi:
  • Lakukan pemeriksaan laboratorium: Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.
  • Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikasi untuk memelihara volume darah sirkulasi.
4. Diagnosa keperawatan: ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.

Tujuan: rasa cemas pada anak dapat berkurang
Kriteria hasil: anak dapat beristirahat dengan tenang dan melakukan prosedur tanpa cemas.
Intervensi:
  • Beri pendidikan kesehatan sebelum dilakukan operasi untuk mengurangi rasa cemas.
  • Orientasikan klien dengan lingkungan yang masih asing.
  • Pertahankan ada orang yang selalu menemani klien untuk meningkatkan rasa aman.
  • Jelaskan alasan dilakukan tindakan pembedahan.
  • Jelaskan semua prosedur pembedahan yang akan dilakukan.

b. Post operasi
5. Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi pada anak.
Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.

Intervensi:
  • Hindarkan palpasi area operasi jika tidak diperlukan.
  • Masukkan selang rektal jika diindikasikan, untuk membebaskan udara.
  • Dorong untuk buang air untuk mencegah distensi vesika urinaria.
  • Berikan perawatan mulut untuk memberikan rasa nyaman.
  • Lubrikasi lubang hidung untuk mengurangi iritasi.
  • Berikan posisi yang nyaman pada anak jika tidak ada kontraindikasi.
  • Kolaborasi:
  • Berikan analgesi untuk mengatasi rasa nyeri.
  • Berikan antiemetik sesuai pesanan untuk rasa mual dan muntah.

6. Diagnosa keparawatan: inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
Tujuan: termoregulasi tubuh anak normal.
Kriteria Hasil: tidak ada tanda – tanda kenaikan suhu.
Intervensi:
  • Gunakan tindakan pendinginan untuk mengurangi demam, sebaiknya 1 jam setelah pemberian antipiretik.
  • Meningkatkan sirkulasi udara.
  • Mengurangi temperatur lingkungan.
  • Menggunakan pakaian yang ringan / tipis.
  • Paparkan kulit terhadap udara.
  • Gunakan kompres dingin pada kulit.
  • Cegah terjadi kedinginan, bila anak menggigil tambahkan pakaian.
  • Monitor temperatur.
  • Kolaborasi: berikan antipiretik sesuai dengan berat badan bayi.
7. Evaluasi
a. Nyeri pada abdomen dapat berkurang
b. Syok hipovolemik dapat teratasi dengan segera melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Obstrusi usus dapat teratasi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar Ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 1985
Pilliteri, Adele. Child health nursing, care of the child and family, Los Angeles California, Lippincott, 1999
Wong, Donna L, Marilyn Hockenberry- Eaton, Wilson- Winkelstein, Wong’s essentials of pediatric nursing, America, Mosby, 2001

Wong, Donna L. Wong and Whaley’s clinical Manual Of Pediatric Nursing. St. Louis Nissori: Mosby, 1996
Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan,dkk. Jakarta, 2001


ASKEP ASD (ATRIAL SEPTUM DEFEK)

 ASD (ATRIAL SEPTUM DEFEK)

PENGERTIAN
1. ASD ( Atrial Septum Defek) adalah kelainan jantung bawaan akibat adanya lubang pada septum interatrial. Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :

  1. ASD Sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovallis.
  2. ASD Primum, bila lubang terletak didaerah ostium primum (termasuk salah satu bentuk defek septum atrioventrikulare).
  3. Defek sinus venosus, bila lubang terletak didaerah venosus (dekat muara vena kava superior dan inferior).
2. VSD (Ventrikulare Septum Defek) adalah suatu keadaan dimana ventrikel tidak terbentuk secara sempurna sehingga pembukaan antara ventrikel kiri dan kanan terganggu, akibat darah dari bilik kiri mengalir kebilik kananpada saat sistole.
Besarnya defek bervariasi mulai dari ukuran milimeter (mm) sampai dengan centi meter (cm), yaitu dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
  1. VSD kecil : Diameter sekitar 1 – 5 mm, pertumbuhan anak dengan kadaan ini masih normal walaupun ada kecenderungan terjadi infeksi saluran pernafasan.
  2. VSD besar / sangat besar : Diameter lebih dari setengah dari ostium aorta, tekanan ventrikel kanan biasanya meninggi.
3. KOARTASIO AORTA
Adalah kelainan yang terjadi pada aorta berupa adanya penyempitan didekat percabangan arteri subklavia kiri dari arkus aorta dan pangkal duktus arteriousus battoli.

4. BRONCHOPNEMONIA
Pnemoni adalah proses inflamasi pada parenkin paru
Bronchopnemoni adalah proses dari pnemoni yang dimulai dari bronkus dan menyebar kejaringan paru sekitarnya, hal ini menyebabkan adanya gangguan ventrikel


ETIOLOGI
  1. Kelainan Jantung Bawaan : ASD, CSD, KOARTASI AORTA Penyebab utama secara pasti tidak diketahui, akan tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya penyakit ini yaitu : Pada saat hamil ibu menderita rubella, ibu hamil yang alkoholik, usia ibu saat hamil lebih dari 40 tahun dan penderita IDDM.
  2. Bronchopnemoni
Beberapa agent penyebab terjadinya Bronchopnemoni yaitu :
• Protozoa (pnemoni cranii)
• Bakteri
• Vival atau jamur pnemoni

PATHOFISIOLOGI
1. VSD ( Ventrikel Septum Defek ) :
• Adanya defek pada ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri meningkat dan resistensi sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi dibandingkan dengan resistensi pulmonal melalui defek septum.
• Volume darah di paru akan meningkat dan terjadi resistensi pembuluh darah paru. Dengan demikian tekanan ventrikel kanan meningkat akibat adanya shunting dari kiri ke kanan. Hal ini akan menyebabkan resiko endokarditis dan mengakibatkan terjadinya hipertrophi otot ventrikel kanan sehingga akan berdampak pada peningkatan workload sehingga atrium kanan tidak dapat mengimbangi meningkatnya workload, maka terjadilah pembesaran atrium kanan untuk mengatasi resistensi yang disebabkan oleh pengosongan atrium yang tidak sempurna.

2. BRONCHOPNEMONI
Agent yang masuk kedalam bronkus menyebabkan flora endogen yang normal menjadi patogen yang kemudian masuk terus kealveoli sehingga terjadi reaksi inflamasi yang mengakibatkan ekstravasasi cairan serosa kedalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri (kuman), membran alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran O2 kedalam perialveolar kapiler dibagian paru yang terkena dan mnyebar hampir keseluruh jaringan paru dan akhirnya terjadi hipoksemi.

KOMPLIKASI
1. ASD dan VSD
• Endokarditis
• Obtruksi pembuluh darah pulmonal (Hipertensi Pulmonal)
• Aritmia
• Henti jantung

2. KOARTASIO, kompliksi yang berbahaya adalah :
• Perdarahan otak
• Ruptur aorta
• Endokarditis

3. BRONCHOPNEMONI
• Abses paru
• Effusi pleura
• Empiema
• Gagal nafas
• Perikarditis
• Meningitis
• Atelektasis

GAMBARAN KLINIK
1. ASD
• Pertumbuhan dan perkembangan biasa seperti tidak ada kelainan
• Pada pirau kiri ke kanan sangat deras
• Pada stres : cepat lelah, mengeluh dispnea, sering mendapat infeksi saluran pernafasan.
• Pada palpasi : terdapat elainan ventrikel kanan hiperdinamik di parasternal kiri.
• Pada auskultasi, photo thorak, EKG : jelas terlihat ada kelainan.
• Ekhokardiografi : pasti ada kelainan jantung.

2. VSD (ventrikel septal defek)
• Pertumbuhan terhambat
• Diameter dada bertambah terlihat adanya benjolan dada kiri
• Pada palpasi dan auskultasi : adanya VSD besar :
1. Tekanan vena pulmonalis meningkat
2. Penutupan katub pulmonal teraba jelas pada sela iga 3 kiri dekat sternum
3. Kemungkinan teraba getaran bising pada dada

• Adanya tanda-tanda gagal jantung : sesak, terdapat murmur, distensi vena jugularis, udema tungkai, hepatomagali.
• Diaphoresis
• Tidak mau makan
• Tachipnea

3. KOARTASIO AORTA
• Pada bayi dapat terjadi gagal jantung
• Umumnya tidak ada keluhan, biasanya ditemukan secara kebetulan
• Palpasi : raba arteri radialis dan femoralis secra bersamaan
1. Pada arteri radialis lebih kuat
2. Pada arteri femoralis teraba lebih lemah

• Auskultasi :
1. Terdengar bisng koartasio pada punggung yang merupakan bising obtruksi
2. Jika lumen aorta sangat menyempit terdengar bising kontinue pada aorta.

BRONCHO PNEMONI
• Biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris beberapa hari.
• Suhu tubuh naik mendadak sampai 390 – 400 c.
• Kadang disertai kejang
• Anak gelisah, dispnea, nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung.
• Auskultasi : terdengar ronchi
• Perkusi : untuk bronchopnemoni konfluens, ada keredupan.

PENATALAKSANAAN
1. ASD (Artrial Septum Defek) :
• ASD kecil (diameter <> 5 mm s/d beberapa centimeter), perlu tindaklan pembedahan dianjurkan <>
• Pembedahan : menutup defek dengan kateterisasi jantung

2. VSD (venrikel septal defek ) :
Pembedahan yang dilakukan untuk memperpanjang umur harapan hidup, dilakukan pada umur muda, yaitu dengan 2 cara :
• Pembedahan : menutup defek dengan dijahit melalui cardiopulmonal bypass
• Non pembedahan : menutup defek dengan alat melalui kateterisasi jantung

3. KOARTATIO AORTA :
Pembedahan yang dilakukan untuk mencegah obtruksi pembuluh aorta dengan dilakukan pelebaran arteri subklavia dan pangkalduktus arterious battoli yaitu dengan “ Open Heart”

4. BRONCHO PNEMONI
• Obat-obatan : antibiotik, ekspektoran, antipiretik, analgesik.
• Terapi oksigen dan melalui aerosol
• Fisioterapi nafas dan postural drainage

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan yang dilakukan ditujukan pada beberapa masalah yang sering timbul dari kelainan jantung bawaan dan broncho pnemoni
1. Bahaya terjadinya gagal jantung
2. Resiko tinggi gagal nafas
3. resiko tinggi terjadi infeksi
4. kebutuhan nutrisi
5. gangguan rasa aman dan nyaman
6. pengetahuan orang tua mengenai penyakit

Daftar Pustaka
  1. Ngastiyah. (1995). Pedoman Anak Sakit . editor Setiawan S.Kp. EGC. Jakarta
  2. Engram.B (1994). Rencana Asuhan KeperawatanMedikal Bedah. 1th. Ed. Editor Monica ester, S.Kp. EGC. Jakarta
  3. Sariadai, S.kp & Rita Yuliani, S.kp. Asuhan Keperawatan Pada Anak. PT. Fajar interpratama. Jakarta

ASKEP LOW BLAK PAIN

LOW BACK PAIN

A. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual maupun potensial. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu/seseorang yang mengalaminya, yang ada kapanpun orang tersebut mengatakannya(2) . Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien.
Add caption
Low Back Pain (LBP) atau Nyeri punggung bawah adalah suatu sensasi nyeri yang dirasakan pada diskus intervertebralis umumnya lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1 (2,4).

B. Etiologi
Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot, osteoartritis tulang belakang, stenosis tulang belakang, masalah diskus intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai). Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas, sedangkan nyeri akibat keadaan lainnya tidak dipengaruhi oleh aktifitas (2,4) .
 
C. Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain(1,3).
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat(1,3).
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri(1,3).
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung(2,4).
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut (2,4).
D. Manifestasi Klinis
Pasien biasanya engeluh nyeri punngung akut maupun nyeri punggung kronis dan kelemahan. Selama wawancara awal kaji lokasi nyeri, sifatnya dan penjalarannya sepanjang serabut saraf (sciatica), juga dievaluasi cara jalan pasien, mobilitas tulang belakang, refleks, panjang tungkai, kekuatan motoris dan persepsi sensoris bersama dengan derajat ketidaknyamanan yang dialaminya. Peninggian tungkai dalam keadaan lurus yang mengakibatkan nyeri menunjukkan iritasi serabut saraf.
Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya spasme otot paravertebralis (peningkatan tonus otot tulang postural belakang yang berlebihan) disertai hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal dan mungkin ada deformitas tulang belakang. Bila pasien diperiksa dalam keadaan telungkup, otot paraspinal akan relaksasi dan deformitas yang diakibatkan oleh spasme akan menghilang.
Kadang-kadang dasar organic nyeri punggung tak dapat ditemukan. Kecemasan dan stress dapat membangkitkan spasme otot dan nyeri. Nyeri punggung bawah bisa merupakan anifestasi depresi atau konflik mental atau reaksi terhadap stressor lingkungan dan kehidupan. Bila kita memeriksa pasien dengan nyeri punngung bawah, perawat perlu meninjau kembali hubungan keluarga, variable lingkungan dan situasi kerja (2,4).
 
E. Evaluasi Diagnostik Prosedur diagnostik perlu dilakukan pada pasien yang mendertita nyeri punggung bawah. Sinar X- vertebra mungkin memperlihatkan adanya fraktur, dislokasi, infeksi, osteoartritis atau scoliosis. Computed Tomografi (CT) berguna untuk mengetahui penyakit yang mendasari, seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna vertebralis dan masalah diskus intervertebralis. USG dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis spinalis. MRI memungkinkan visualisasi sifat dan lokasi patologi tulang belakang (2).


F. Penatalaksanaan
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6 minggu dengan tirah baring, pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus tetap ditempat tidur dengan matras yang padat dan tidak membal selama 2 sampai 3 hari. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal lebih besar yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit menekuk lututnya atau berbaring miring dengan lutu dan panggul ditekuk dan tungkai dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala. Posisi tengkurap dihindari karena akan memperberat lordosis. Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk penanganan “konservatif aktif” dan fisioterapi. Traksi pelvic intermiten dengan 7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.
Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Terapi bisa meliputi pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra merah, kompres lembab dan panas, kolam bergolak dan traksi. Gangguan sirkulasi , gangguan perabaan dan trauma merupakan kontra indikasi kompres panas. Terapi kolam bergolak dikontraindikasikan bagi pasien dengan masalah kardiovaskuler karena ketidakmampuan mentoleransi vasodilatasi perifer massif yang timbul. Gelombang ultra akan menimbulkan panas yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan akibat pembengkakan pada stadium akut.
Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgetik narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri. Obat antiinflamasi, seperti aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia (2,4).
 
G. Pengkajian
Pasien nyeri pungung dibimbing untuk menjelaskan ketidaknyamanannya (missal lokasi, berat, durasi, sifat, penjalaran dan kelemahan tungkai yang berhubungan). Penjelasan mengenai bagaimana nyeri timbul dengan tindakan tertentu atau dengan aktifitas dimana otot yang lemah digunakan secara berlebihan dan bagaimana pasien mengatasinya. Informasi mengenai pekerjaan dan aktifitas rekreasi dapat membantu mengidentifikasi area untuk pendidikan kesehatan.
Selama wawancara ini, perawat dapat melakukan observasi terhadap postur pasien, kelainan posisi dan cara jalan. Pada pemeriksaan fisik, dikaji lengkungan tulang belakang, Krista iliakan dan kesimetrisan bahu. Otot paraspinal dipalpasi dan dicatat adanya spasme dan nyeri tekan. Pasien dikaji adanya obesitas karena dapay menimbulkan nyeri punggung bawah (2).

H. Diagnosa Keperawatan (2)
1. Nyeri b.d masalah muskuloskeletal
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, dan berkurangnya kelenturan
3. Kurang pengetahuan b.d teknik mekanika tubuh melindungi punggung
4. Perubahan kinerja peran b.d gangguan mobilitas dan nyeri kronik
5. Gangguan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh b. d obesitas
I. Intervensi dan Implementasi (2)
1. Meredakan nyeri
Untuk mengurangi nyeri perawat dapat menganjurkan tirah baring dan pengubahan posisi yang ditentukan untuk memperbaiki fleksi lumbal. Pasien diajari untuk mengontrol dan menyesuaikan nyeri yang dilakukan melalui pernafasan diafragma dan relaksasi dapat membantu mengurangi tegangan otot yang berperan pada nyeri punggung bawah. Mengalihkan perhatian pasien dari nyeri dengan aktifitas lain missal membaca buku, menonton TV maupun dengan imajinasi (membayangkan hal-hal yang menyenangkan dengan memusatkan perhatian pada hal tersebut).
Masase jaringan lunak dengan lembut sangat berguna untuk mengurangi spasme otot, memperbaiki peredaran darah dan mengurangi pembendungan serta mengurangi nyeri. Bila diberikan obat perawat harus mengkaji respon pasien pada setiap obat.
2. Memperbaiki mobilitas fisik
Mobilitas fisik dipantau melalui pengkajian kontinu. Perawat mengkaji bagaimana pasien bergerak dan berdiri. Begitu nyeri punggung berkurang, aktifitas perawatan diri boleh dilakukan dengan regangan yang minimal pada struktur yang cedera. Perubahan posisi harus dilakukan perlahan dan dibatu bila perlu. Gerakan memutar dan melenggok perlu dihindari. Pasien didorong untuk berganti-ganti aktifiats berbaring, duduk dan berjalan-jalan dalam waktu lama. Perawat perlu mendorong pasien mematuhi program latihan sesuai yang ditetapkan, latihan yang salah justru tidak efektif.
3. Meningkatkan mekanika tubuh yang tepat
Pasien harus diajari bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar.
4. Pendidikan kesehatan
Pasien harus diajari bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar
5. Memperbaiki kinerja peran
Tanggung jawab yang berhubungan dengan peran mungkin telah berubah sejak terjadinya nyeri punggung bawah. Begitu nyeri sembuh, pasien dapat kembali ke tanggung jawab perannya lagi. Namun bila aktifitas ini berpengaruh terhadap terjadinya nyeri pungung bawah lagi, mungkin sulit untuk kembali ke tanggung jawab semula tersebut tanpa menanggung resiko terjadinya nyeri pungggung bawah kronik dengan kecacatan dan depresi yang diakibatkan.
6. Mengubah nutrisi dan penurunan berat badan
Penurunan BB melalui penyesuaian cara makan dapat mencegah kekambuhan nyeri punggung, dengan melalui rencana nutrisi yang rasional yang meliputi perubahan kebaisaaan makan untuk mempertahankan BB yang diinginkan.

J. Evaluasi (2)

1. Mengalami peredaan nyeri
- Istirahat dengan nyaman
- Mengubah posisi dengan nyaman
- Menghindari ketergantungan obat
2. Menunjukkan kembalinya mobilitas fisik
- Kembali ke aktifitas secara bertahap
- Menghindari posisi yang menyebabkan yang menyebabkan ketidaknyamanan otot
- Merencanakan istirahat baring sepanjang hari
3. Menunjukkan mekanika tubuh yang memelihara punggung
- Perbaikan postur
- Mengganti posisi sendiri untuk meminimalkan stress punggung
- Memperlihatkan penggunaan mekanika tubuh yang baik
- Berpartisipasi dalam program latihan
4. Kembali ke tanggung jawab yang berhubungan dengan peran
- Menggunakan teknik menghadapi masalah untuk menyesuaikan diri dengan situasi stress
- Memperlihatkan berkurangnya ketergantungan kepada orang lain untuk perawatan diri
- Kembali ke pekerjaan bila nyeri punggung telah sembuh
- Kembali ke gaya hidup yang produktif penuh
5. Mencapai BB yang diinginkan
- Mengidentifikasi perlunya penurunan BB
- Berpartisipasi dalam pengembangan rencana penurunan BB
- Setia dengan program penurunan BB

Daftar Pustaka
1. Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1, EGC, Jakarta, 2002
2. Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, 2002
3. Ruth F. Craven, EdD, RN, Fundamentals Of Nursing, Edisi II, Lippincot, Philadelphia, 2000
4. Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, EGC, Jakarta, 1997

ASKEP TUMOR TESTIS

TUMOR TESTIS

DEFINISI

Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar).

Kanker testikuler, yang menempati peringkat pertama dalam kematian akibat kanker diantara pria dalam kelompok umur 20 sampai 35 tahun, adalah kanker yang paling umum pada pria yang berusia 15 tahun hingga 35 tahun dan merupakan malignansi yang paling umum kedua pada kelompok usia 35 tahun hingga 39 tahun.
Kanker yang demikian diklasifikasikan sebagai germinal atau nongerminal. Tumor germinal timbul dari sel-sel germinal testis (seminoma, terakokarsinoma, dan karsinoma embrional); tumor germinal timbul dari epithelium.

Klasifikasi patologik tumor testis menurut WHO:
  1. Tumor sel bening:
    1. Tumor dengan satu pola histologik:
      1. Seminoma
        1. Seminoma spermatositik
        2. Karsinoma embrional
        3. Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe infantile)
      2. Teratoma:
        1. Matur
        2. Imatur
        3. Dengan transformasi maligna
    2. Tumor dengan lebih dari satu pola histoligik:
      1. Karsinoma embrional plus teratoma (teratokarsinoma)
      2. Kariokarsinoma dan tipe lain apapun (perinci tipe-tipenya)
      3. Kombinasi lain (perinci)
  1. Tumor stromal-Tali kelamin:
    1. Bentuk berdiferensiasi baik:
      1. Tumor sel leydig
      2. Tumor sel sertoli
      3. Tumor sel granulosa
    2. Bentuk campuran (perinci)
    3. Bentuk berdiferensiasi tidak lengkap

Sebagian besar neoplasma adalah germinal, dengan sekitar 40% adalah seminoma. Seminoma cenderung untuk tetap setempat, sementara tumor nonseminomas tumbuh cepat. Penyebab tumor testikuler tidak diketahui, tetapi kriptokhidisme, infeksi, dan faktor-faktor genetic dan endokrin tampak berperan dalam terjadinya tumor tersebut.

Risiko kanker testikuler adalah 35 kali lebih tinggi pada pria dengan segala tipe testis yang tidak turun ke dalam skrotum dibanding dengan populasi umum. Tumor testis biasanya malignan dan cenderung untuk bermetastasis lebih dini, menyebar dari testis ke dalam nodus limfe dalam retroperineum dan ke paru-paru.

PATOFISIOLOGI

Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rate testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis.

Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula, sedangkan kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.

PENYEBAB

Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker testis:
  1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
  2. Perkembangan testis yang abnormal
  3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil).
Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di dalam keluarga ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1% dari semua kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada pria berusia 15-40 tahun. Kanker testis dikelompokkan menjadi:
  1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis.
    Biasanya ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis.
  2. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi menjadi subkategori:
    1. Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati.
    2. Tumor yolk sac: sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
    3. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-laki. - Koriokarsinoma.
    4. Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel sertoli dan sel granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker testis, yaitu ginekomastia.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala berupa :
  1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
  2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
  3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah - Ginekomastia
  4. Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.
Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali. Gejala timbul dengan sangat bertahap dengan massa atau benjolan pada testis yang tidak nyeri. Pasien dapat mengeluh rasa sesak pada skrotum, area inguinal, atau abdomen dalam. Sakit pinggang (akibat perluasan nodus retroperineal), nyeri pada abdomen, penurunan berat badan, dan kelemahan umum dapat diakibatkan oleh metastasis. Pembesaran testis tanpa nyeri adalah temuan diagnostik yang signifikan.

Satu-satunya metode deteksi dini yang efektif adalah pemeriksaan testis mandiri. Suatu bagian penting dari promosi kesehatan untuk pria harus mencakup pameriksaan mandiri. Pengajaran tentang pemeriksaan mandiri adalah intervensi penting untuk deteksi dini penyakit ini.

EVALUASI DIAGNOSTIK

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
  1. USG skrotum
  2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).
Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP atau beta HCG.
  1. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
  2. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
  3. Biopsi jaringan.
Human chorionic gonadotropin dan a-fetoprotein adalah penanda tumor yang mungkin meningkat pada pasien kanker testis. (Penanda tumor adalah substansi yang disintesis oleh sel-sel tumor dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang abnormal).

Tehnik imunositokimia yang terbaru dapat membantu mengidentifikasi sel-sel yang tampaknya menghasilkan penanda ini. Kadar penanda tumor dalam darah digunakan untuk mendiagnosis, menggolongkan, dan memantau respon terhadap pengobatan. Uji diagnostic lainnya mencakup urografi intravena untuk mendeteksi segala bentuk penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa tumor; limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem limfatik; dan pemindai CT dada dan abdomen untuk menentukan keluasan penyakit dalam paru-paru dan retroperineum.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah kanker ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis sel kankernya, selanjutnya ditentukan stadiumnya:
  1. Stadium I: kanker belum menyebar ke luar testis
  2. Stadium II: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
  3. Stadium III: kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke hati atau paru-paru.
Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:
  1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkiektomi) dan pengangkatan kelenjar getah bening (limfadenektomi).
  2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-seminoma.
    Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada stadium awal.
  3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan etoposid) untuk membunuh sel-sel kanker.
    Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan hidup penderita tumor non-seminoma.
  4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang penderita.
Tumor seminoma
  1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening perut
  2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan kemoterapi dengan sisplastin
  3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.
Tumor non-seminoma:
  1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan limfadenektomi perut
  2. Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan diikuti dengan kemoterapi
  3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya, diberikan kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau vinblastin).

Kanker testikuler adalah salah satu tumor padat yang dapat disembuhkan. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan mencapai penyembuhan. Pemilihan pengobatan tergantung pada tipe sel dan keluasan anatomi penyakit. Testis diangkat dengan orkhioektomi melalui suatu insisi inguinal dengan ligasi tinggi korda spermatikus.

Prosthesis yang terisi dengan jel dapat ditanamkan untuk mengisi testis yang hilang. setelah orkhioektomi unilateral untuk kanker testis, sebagian besar pasien tidak mengalami fungsi endokrin. Namun demikian, pasien lainnya mengalami penurunan kadar hormonal, yang menandakan bahwa testis yang sehat tidak berfungsi pada tingkat yang normal. Diseksi nodus limfe retroperineal (RPLND) untuk mencegah penyebaran kanker melalui jalur limfatik mungkin dilakukan setelah orkhioektomi.

Meskipun libido dan orgasme normal tidak mengalami gangguan setelah RPLND, pasien mungkin dapat mengalami disfungsi ejakulasi dengan akibat infertilitas. Menyimpan sperma di bank sperma sebelum operasi mungkin menjadi pertimbangan.

Iradiasi nodus limfe pascaoperasi dari diagfragma sampai region iliaka digunakan untuk mengatasi seminoma dan hanya diberikan pada tempat tumor saja. Testis lainnya dilindungi dari radiasi untuk menyelamatkan fertilitas. Radiasi juga digunakan untuk pasien yang tidak menunjukkan respon terhadap kemoterapi atau bagi mereka yang tidak direkomendasikan untuk dilakukan pembedahan nodus limfe.

Karsinoma testis sangat responsive terhadap terapi medikasi. Kemoterapi multiple dengan sisplantin dan preparat lainnya seperti vinblastin, bleomisin, daktinomisin, dan siklofosfamid memberikan persentase remisi yang tinggi. Hasil yang baik dapat dicapai dengan mengkombinasi tipe pengobatan yang berbeda, termasuk pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi. Bahkan kanker testikuler diseminata sekalipun, prognosisnya masih baik, dan penyakit kemungkinan dapat disembuhkan karena kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan.

INTERVENSI KEPERAWATAN/PENDIDIKAN PASIEN

Karena pasien mungkin mengalami kesulitan dalam menerima kondisi ini, isu-isu yang berhubungan dengan citra tubuh dan seksualitas harus diungkapkan. Pasien memerlukan dorongan untuk mempertahankan sikap yang positif selama perjalanan terapi. Pasien juga harus mengetahui bahwa terapi radiasi tidak harus selalu menghambat pasien untuk menjadi seorang ayah, dan eksisi tumor unilateral tidak harus menurunkan virilitas.

Pasien dengan riwayat satu tumor testikuler mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengalami tumor berikutnya. Pemeriksaan tindak lanjut mencakup rontgen, urografi ekskretori, radioimmunoassay untuk human chorionic gonadotropins dan kadar a-fetoprotein, serta pemeriksaan nodus limfe untuk mendeteksi malignansi kambuhan.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TUMOR TESTIS

Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan penyakit tunggal. Saat ini ada lebih dari 120 perbedaan tipe pengetahuan tentang kanker. Karena kanker adalah penyakit seluler, ini dapat timbul dari jaringan mana saja. Dengan manifestasi yang mengakibatkan kegagalan untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel.

Selama bertahun-tahun observasi dan dokumentasi, telah ditemukan bahwa perilaku metastatik dari kanker bervariasi sesuai dengan sisi primer diagnosis. Pola perilaku ini diketahui sebagai "riwayat alamiah". Pengetahuan tentang etiologi dan riwayat alamiah dari tipe kanker adalah penting pada perencanaan keperawatan pasien dan pada evaluasi kemajuan, prognosis, dan keluhan fisik pasien.

DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN

Aktivitas/istirahat Gejala: Kelemahan dan/atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.
Sirkulasi Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan: Perubahan pada tekanan darah.
Integritas ego Gejala: Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress (misalnya merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan, misalnya alopesia, lesi cacat, pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
Eliminasi Gejala: Perubahan pada pola defekasi, misalnya darah pada feses, nyeri pada defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuri, sering berkemih.
Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
Makanan/cairan Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet).
Anoreksia, mual/muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan, kakeksia, berkurangnya massa otot.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
Neurosensori Gejala: Pusing; sinkope.
Nyeri/kenyamanan Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
Pernapasan Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok)
Pemajanan asbes
Keamanan Gajala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda: Demam. Ruam kulit, ulserasi.
Seksualitas Gejala: Masalah seksualitas, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun.
Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini. Herpes genital.
Interaksi sosial Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.
Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan).
Masalah rentang fungsi/tanggung jawab peran.
Penyuluhan/pembelajaran Gejala: Riwayat kanker pada keluarga, misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara.
Sisi primer: penyakit primer dalam rumah tangga ditemukan/didiagnosis.
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari primer akan memberikan informasi penting untuk mencari metastatik.

Pemeriksaan diagnostik
Tes, seleksi tergantung riwayat, manifestasi klinis, dan indeks kecurigaan untuk kanker tertentu.
  1. Scan (misalnya MRI, CT, gallium) dan ultrasound: dilakukan untuk tujuan diagnostic, identifikasi metastatik, dan evaluasi respon pada pengobatan.
  2. Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi): dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ, dan sebagainya.
  3. Penanda tumor (zat yang dihasilkan dan disekresi oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum, misalnya CEA, antigen spesifik prostat, a-fetoprotein, HCG, asam fosfat prostat, kalsitonin, antigen onkofetal pancreas, CA 15-3, CA 19-9, CA 125 dan sebagainya): dapat membantu dalam mendiagnosis kanker tetapi lebih bermanfaat sebagai prognostic dan/atau monitor terapeutik.
  4. Tes kimia skrining, misalnya elektrolit (natrium, kalium, kalsium); tes ginjal (BUN/Cr); tes hepar (bilirubin, AST/SGOT alkalin fosfat, LDH); tes tulang (alkalin fosfat, kalsium)
  5. JDL dengan diferensial dan trombosit: dapat menunjukan anemia, perubahan SDM dan SDP; trombosit berkurang atau meningkat.
  6. Sinar x dada: menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

Prioritas keperawatan
  1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
  2. Meningkatkan kenyamanan.
  3. Memeprtahankan fungsi fisiologis optimal.
  4. Mencegah komplikasi.
  5. Memberikan informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

Tujuan pemulangan

  1. Pasien menerima situasi denga realistis.
  2. Nyeri hilang/terkontrol.
  3. Homeostatis dicapai.
  4. Komplikasi dicegah/dikurangi.
  5. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


  1. Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga.
    1. Tujuan:
      1. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
      2. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
      3. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
    2. Intervensi Keperawatan:
      1. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.
      2. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
      3. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
      4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
      5. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan.
      6. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
      7. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
      8. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
    3. Rasional:
      1. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
      2. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
      3. Dapat menurunkan kecemasan klien.
      4. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya.
      5. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
      6. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
      7. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
      8. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar di tolong.
  2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping terapi kanker.
    1. Tujuan:
      1. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
      2. Melaporkan nyeri yang dialaminya
      3. Mengikuti program pengobatan
      4. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin
    2. intervensi Keperawatan:
      1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
      2. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
      3. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
      4. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
      5. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
    3. Kolaboratif:
      1. Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien.
      2. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll
    4. Rasional:
      1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
      2. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi.
      3. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
      4. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.
      5. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
      6. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
      7. Untuk mengatasi nyeri.
  3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri.
    1. Tujuan:
      1. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
      2. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
      3. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
    2. Intervensi Keperawatan:
      1. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.
      2. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.
      3. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.
      4. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
      5. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.
      6. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.
      7. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
      8. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.
    3. Kolaboratif:
      1. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
      2. Berikan pengobatan sesuai indikasi
        Phenotiazine, antidopaminergik, corticosteroids, vitamin khususnya A, D, E dan B6, antacida
      3. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.
    4. Rasional:
      1. Memberikan informasi tentang status gizi klien.
      2. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.
      3. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
      4. Kalori merupakan sumber energi.
      5. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.
      6. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.
      7. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.
      8. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).
      9. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
      10. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping, meningkatkan status kesehatan klien.
      11. Mempermudah intake makanan/minuman dengan hasil yang maksimal dan sesuai kebutuhan.
  4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif.
    1. Tujuan:
      1. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada tingkatan siap.
      2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.
      3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan.
      4. Bekerjasama dengan pemberi informasi.
    2. Intervensi Keperawatan:
      1. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.
      2. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.
      3. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan.
      4. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
      5. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.
      6. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
      7. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi.
      8. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
    3. Rasional:
      1. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.
      2. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian.
      3. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.
      4. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.
      5. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien.
      6. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.
      7. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman.
      8. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.
  5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemoterapi dan radiasi/radiotherapi.
    1. Tujuan:
      1. Membran mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi
      2. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
      3. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.
    2. Intervensi Keperawatan:
      1. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik.
      2. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah.
      3. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygiene.
      4. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, makanan keras.
      5. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral.
    3. Kolaboratif:
      1. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
      2. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash preparation.
      3. Kultur lesi oral.
    4. Rasional:
      1. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan.
      2. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman.
      3. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.
      4. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.
      5. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.
      6. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.
      7. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik.
      8. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat.
  6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake.
    1. Tujuan:
      1. Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilary refill normal, urine output normal.
    2. Intervensi Keperawatan:
      1. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
      2. Timbang berat badan jika diperlukan.
      3. Monitor vital sign. Evaluasi pulse peripheral, capilary refill.
      4. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien.
      5. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.
      6. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan petekie.
      7. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.
    3. Kolaboratif:
      1. Berikan cairan IV bila diperlukan.
      2. Berikan therapy antiemetik.
      3. Monitor hasil laboratorium: Hb, elektrolit, albumin.
    4. Rasional:
      1. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia.
      2. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan.
      3. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
      4. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia.
      5. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
      6. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.
      7. Mencegah terjadinya perdarahan.
      8. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
      9. Mencegah/menghilangkan mual muntah.
      10. Mengetahui perubahan yang terjadi.
  7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif.
    1. Tujuan:
      1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pencegahan infeksi.
      2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal.
    2. Intervensi Keperawatan:
      1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Batasi pengunjung.
      2. Jaga personal hygine klien dengan baik.
      3. Monitor temperatur.
      4. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
      5. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
    3. Kolaboratif:
      1. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
      2. Berikan antibiotik bila diindikasikan.
    4. Rasional:
      1. Mencegah terjadinya infeksi silang.
      2. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
      3. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
      4. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
      5. Mencegah terjadinya infeksi.
      6. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
      7. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi.
  8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan defisit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
    1. Tujuan:
      1. Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan terapi terhadap seksualitas
      2. Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan
    2. Intervensi:
      1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya.
      2. Berikan advis tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya.
      3. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk.
    3. Rasional:
      1. Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara klien dengan pasangannya.
      2. Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya.
      3. Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan perasaan dan keinginan secara wajar.
  9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
    1. Tujuan:
      1. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
      2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
    2. Intervensi Keperawatan:
      1. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.
      2. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
      3. Ubah posisi klien secara teratur.
      4. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.
    3. Rasional:
      1. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
      2. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
      3. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
      4. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi.Edisi kedua, cetakan ketiga, CV. Sagung Seto: Jakarta 2007.
  2. Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2001.
  3. Danielle Gale & Jane Charette, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2000.
  4. Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1999.
  5. Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.
  6. Long Barbara C. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung, 1996
  7. Price A. Sylvia & Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1995.
  8. Robbins Stanley L, Buku Saku Dasar Patologi Penyakit, Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.

Read more: ASKEP TUMOR TESTIS

Rabu, 08 Juni 2011

ASKEP praktur FEMUR

I. DEFENISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
II. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
III. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan Melalui kepala femur (capital fraktur)
· Hanya di bawah kepala femur
· Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
· Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
· Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokhanter kecil.
IV. PATOFISIOLOGI
A. Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
· Osteoporosis Imperfekta
· Osteoporosis
· Penyakit metabolik
TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
  • Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
  • Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
· Nyeri hebat di tempat fraktur
· Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
· Rotasi luar dari kaki lebih pendek
· Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
· X.Ray
· Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
· Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
· CCT kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
  1. Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
  1. Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
· Mengurangi nyeri akibat spasme otot
· Memperbaiki dan mencegah deformitas
· Immobilisasi
· Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
· Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
  1. Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
  1. Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
  1. Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
  1. Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
  1. Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat Perjalanan penyakit
· Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
· Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
· Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
· Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
· Kehilangan fungsi
· Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
· Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
· Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
· Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
· Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses pertolongan pertama yang dilakukan
· Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
· Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena
- Deformitas yang nampak jelas
- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan warna kulit
- Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
· Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
· Krepitasi
· Nadi, dingin
· Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak

Gangguan rasa nyaman:
Nyeri s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemasPotensial infeksi se- hubungan dengan luka terbuka.
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
RENCANA KEPERAWATAN
DX 1
Resiko terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
INTERVENSI
INDENPENDEN:
a)Observasi tanda-tanda vital.
b)Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
c)Memberikan posisi supinasi
d)Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
a)Pemberian cairan per infus
b)Pemberian obat koa-gulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.
c)Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)
RASIONAL
a)Untuk mengetahui tanda-tanda syok se- dini mungkin
b)Untuk menentukan tindak an
c)Untuk mengurangi per darahan dan men- cegah kekurangan darah ke otak.
d)Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
e)Pemberian cairan per-infus.
f)Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perda-rahan.
g)Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.


DX2
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INTERVENSI
INDEPENDEN:
a) Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b) Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d) Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:
e) Pemberian obat-obatan analgesik
RASIONAL
a) Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya.
b) Mencegah pergeser- an tulang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
c) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
d) Untuk mempersiap- kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
e) Mengurangi rasa nyeri



DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.